Pages

Sabtu, 11 Januari 2014

Our Book : Story of Jogja #6

Yogyakarta, 31 Desember 2013

Agenda hari ini, kita pergi ke museum 3 dimensi yang letaknya di XT Square. Di musium ini terdapat gambar- gambar 3 dimensi yang asik banget buat dijadiin tempat foto- foto mulai dari objek alam hingga bintang terkenal dunia seperti Lionel Messi, Rowan Atkinson and Psy. Rame banget musiumnya hari itu. 



Sepulang dari situ kami ke Galleria Mall makan sushi Rp 5.000,00 di Sushi Story dan makan es krim. Habis dari mall, ketika kami berniat pulang, tanpa disangka- sangka motor yang dikendarai Eka mogok. Rupanya businya basah kena hujan. Kami uda hampir mau bawa ke bengkel, tapi satu hal yang bikin kami terharu, mas- mas tukang parkir nya baiiik banget. Dia bantuinnya tulus banget, sampe orang bengkel ditelepon buat dateng. Sebelum tukang bengkelnya dateng, ada lagi dua orang cowok yang bantuin nyalain motornya. Setelah mencoba berkali- kali, akhirnya bisa. Waaah, kami terharu. Walaupun mereka orang asing, tapi mereka ikhlas bantuin kami. Thanks Jogja people! Your kindness will never be forgotten. 

Setelah itu kami ke UNY, nganterin Riza nganter tugas sekalian ketemuan sama Bang Eja. Gak nyangka juga bisa ketemuan sm Bang Eja di Jogja, padahal berangkatnya gak janjian.


-New Year's Eve-

Kami menghabiskan malam tahun baru di Sekatenan. Di pasar malam tersebut, Eka berhasil membuat Tia lemah jantung. Dia ngajak naik kora- kora. That was my first time! Itu sumpah lemes banget kaki dan seluruh badan. Kami teriak- teriak minta berhenti pas wahana itu dimainkan. Gak kebayang ekspresi muka kami dari bawah. Lucunya, cowok- cowok yang duduk di belakang kami teriakannya lebih histeris lagi dari kami berdua. Menurut pengakuan Riza, Dita dan Bang Eja yang ngeliat dari bawah sih, ekspresi kami ancur. Setelah itu kami masuk ke rumah hantu. Yah, nyeremin sh, tapi sensasinya gak se-GILA waktu naik kora- kora. 

Finally kami memutuskan buat keluar dari pasar malam tersebut dan gabung dengan warga Jogja lain duduk di jalanan nungguin jam 00.00. Kami duduk sambil main game game konyol kayak Domikado dan “Sebutkan Nama- Nama”. Yang kalah harus niup terompet sekeras- kerasnya 3 kali dan yang ke- 4 diusahakan agak berlagu. Gak peduli deh apa kata orang- orang yang ngeliatin. Toh gak ada yang kenal kita juga disitu. Hehe. 

Jam 00.00 udah kami dokumentasikan and it was a BLAST. FIREWORKS EVERYWHERE. Kami berada tepat di bawah letusan kembang api. Akhirnya, di titik 0 km Jogja, jam 00.00 WIB, 1 Januari 2014 bisa Tia, Eka, Riza Dita lewati sama- sama. ^^ Doa kami moga moga 2 tahun lagi bisa kita lewati juga sama- sama di dekat patung Merlion. Aaamiin ya Allah. 




Our Book : Story of Jogja #5

Yogyakarta, 30 Desember 2013 

Borobudur... we are coming! Kami ke Borobudur dan ini hari pertama kami merasakan hujan di Jogja. It was beautiful. Di sini kami juga hunting bule buat diajak foto bareng. Rame banget bule disini dan satu hal, gak sulit buat nyari bule di Jogja.Kami belanja oleh- oleh disini, selain murah, juga lengkap. Seharian kami di Borobudur. Nyampe rumah sebelum maghrib. Pulangnya tepar.



Our Book : Story of Jogja #4

Yogyakarta, 29 Desember 2013

Pagi Minggu kami habiskan di Sunmor (Sunday Morning). Ini merupakan kawasan dimana mahasiswa- mahasiswi UGM dan masyarakat sekitar menghabiskan Minggu pagi mereka. Mirip kayak di GOR Pontianak, di Sunmor ini banyak banget jualan- jualan dan jenis sarapan yang bervariasi.  Siang harinya kami makan di “Kepala Ikan Mas Agus”. Tia makan kerang, yang lain pada makan kepala ikan yang gueede banget. Enak banget Alhamdulillah. Sore harinya kami pergi ke pantai Parangtritis yang letaknya di Bantul, juga tidak terlalu jauh dari Jogja. Disana Tia dilukis dan itu hasilnya bagus. 


Our Book : Story of Jogja #3

Yogyakarta, 28 Desember 2013

Hari ke 2 di Jogja, Tia, Riza, Eka dan Dita sepakat buat pergi ke Dieng, dataran tertinggi di pulau Jawa. Kami tidak hanya berempat, melainkan ditemani oleh 4 abang- abang kocak yakni; Bang Dika, Bang Aris, Bang Fandri, dan Bang Amar. Mereka adalah senior- senior Riza di kampus yang orangnya asik- asik banget. Dari mereka berempat ternyata gak ada satupun yang orang Jogja. Bang Amar itu dari Kalimantan Tengah dan sisanya dari Kalbar semua. Bang Amar yang mendapat kewajiban menyupiri kami (yaaah dilihat dari skill nya mengendarai mobil dan juga ketangkasannya dalam mengenal jalan). Hari ini luar biasa. Di Dieng ini kami mengunjungi Telaga warna dan kawah putih. Sebuah pengalaman yang tidak dapat kami lupakan.  


Our Book : Story of Jogja #2

Yogyakarta, 29 Desember 2013

Hari pertama di Jogja kami gunakan untuk memberikan birthday surprise buat Kak Dita yang sebenarnya berulang tahun sehari sebelumnya, 26 Desember. Kami uda nyiapin surprise nya beberapa minggu sebelum berangkat. Kami uda menentukan untuk membelikan Nenek Dita selimut. Sesampai di kosan, Tia dan Dita tepar. Kami mabuk. Tia mabuk karena naik taksi dan Dita mabuk karena pertama kali naik pesawat. Katrok memang kami. 

Kue ultah Dita udah Riza siapin di dalam kulkas. Sewaktu Kami keluarkan kuenya Dita kontan terharu dan seneng banget. Alhamdulillah. Seneng banget kalo liat sahabat kita seneng karena kita. Apalagi waktu itu Dita gak nyangka. Dita kirain kita lupa sama ultahnya. Hahaha. 

Siang harinya kami gunakan untuk beristirahat. Eka mijitin punggung Tia pake minyak kayu putih biar Tia agak enakan. So sweet banget Eka. Tapi tIa tahu maksud Eka. Dia akan melakukan apa pun supaya kami berempat bisa langsung keluar dari kosan hari itu dan menikmati Jogja. Kalo Tia tepar, nanti gak asik dong. Hahaha. Makanya alhasil Tia pun gak mau membiarkan mereka bertiga jalan tanpa Tia. Sehabis makan siang Tia minum obat, tidur sejenak sampe keringatan dan Alhamdulillah sorenya udah agak enakan.  Kesampaianlah sore harinya kami menyusuri jalan Malioboro (yang padat merayap) dengan menggunakan motor Riza dan motor Kak Ipit dan singgah di titik 0 km Jogja. 

Ada kisah menarik disini. Riza itu uda beberapa bulan tinggal di Jogja dan ternyata dia udah berkomitmen gak mau pergi ke titik 0 km Jogja tanpa sahabat- sahabatnya. Jadi hari itu merupakan hari pertama Riza nongkrong di sana dan Alhamdulillah apa yang diinginkannya tercapai. Disana kami berempat menghabiskan sore bersama sambil menikmati suasana sore Jogja. Disana kami melihat orkestra musik yang keren banget, foto- foto sama manusia berwujud patung, ngeliat orang bersosok pocong lengkap beserta kuburannya, dan singgah ke museum Vredeburg (walaupun nda masuk karena uda tutup, kesorean). 

Our Book - Story of Jogja #1

19 Desember 2013, merupakan salah satu hari paling penting di hidup Tia. Itu adalah hari dimana perjuangan kuliah selama kurang lebih 5 tahun 3 bulan dipertaruhkan. Iyaa, proses menuju hari itu aja memakan waktu 1,5 tahun. Kebayang betapa bete nya berkutat dengan lembaran- lembaran berisikan kata- kata akademis yang indah itu. It just might be a drop in the vast sea of academic production. Sebuah SKRIPSI itu mungkin hanya ibarat setetes air di lautan akademis yang luas. Tapi satu tetes itulah yang harus Tia perjuangkan untuk bisa memenuhi salah satu impian dari Tia dan para sahabat tersayang; “Bisa liburan akhir tahun di Jogja dengan gelar S.Pd di tiap nama kami”.

Bisa dibilang Tia adalah orang yang paling telat dapetin gelar itu. Gimana ngga? Di saat mereka (Eka, Dita, Riza) dari semenjak KKN udah mulai memikirkan alur skripsinya masing- masing, Tia aja belum kepikiran sama sekali untuk buat judul. Mengingat lingkungan di sekitar Tia yang notabene anak- anak Bahasa Inggris, yang juga udah terkenal lulusnya lama~ yah mau gimana lagi. Hihihi (Alasan!). Intinya Tia emang males buat skripsi. Tia bukan tipe orang yang suka berteori. Sedangkan, skripsi itu terdiri atas 70% teori dan 30% bagaimana kita melebay. Maksudnya ialah melebay dalam menulis. Semuanya harus berdasarkan teori, semuanya harus punya dasar, semuanya harus berdasarkan pendapat experts. Kalo kita mandai- mandai (maksudnya mengada- ada) nulis, ntar ditanya sama dosen dengan rada sinis, “Are you an expert?” Lah, gimana kita mau jadi expert coba kalo pemikiran kita dibatasi dan apa- apa harus ngikutin pendapat orang lain. Itulah salah satu ribetnya nulis skripsi. Kita gak bisa bebas berekspresi. 

Alasan lain kenapa skripsi Tia lama selesai mungkin dikarenakan Tia juga bekerja di salah satu tempat les di Pontianak, mengajar Bahasa Inggris disana hampir setiap hari. Sebenarnya ini juga bukan alasan kalo Tia pandai membagi waktu. Tapi itu dia. I got problem in time management. Susah banget membagi waktu antara skripsi dengan pekerjaan. Di kampus itu, kalo kita mau konsultasi, nunggu dosennya harus nunggu rambut numbuh 1 meter dulu, sedangkan kita yang punya pekerjaan di luar itu kan gak bisa selalu stay ditempat. Baru beberapa jam nunggu dosen, eh udah harus siap- siap buat ngajar. Alhasil dua- duanya jadi keteteran. Dosen gak ketemu, ngajar pun gak maksimal karena berangkatnya selalu in a rush alias buru- buru. 

Oleh karena itu, pada awal September, Tia putuskan untuk resign dari side- job Tia. Berhenti untuk ngajar Bahasa Inggris di Communicative English Course dan fokus ngerjain skripsi. Ini juga merupakan salah satu nasehat dari Kaa. Beliau bilang, “Ngerjain skripsi itu harus fokus.” Ya udah, jadi setelah itu Tia bener- bener serius menggarap skripsi yang sempat terbengkalai. Walaupun agak sedih juga awalnya, meninggalkan pekerjaan yang udah Tia geluti selama kurang lebih 4 tahun, banyak sekali kenangan dan pelajaran yang bisa Tia ambil dari sana,  sedih harus meninggalkan Bu Jannah yang selalu sabar dan pengertian, Pak Ibnu yang ramah, Nenek yang super baik dan sering ngasi empek- empek gratis, dan  murid- muridnya yang lucu- lucu dan ngangenin. Bisa dibilang kami uda punya emotional bounding disana. Sedih tapi.... tetap harus dijalanin karena inilah hidup. Dalam hidup kita selalu dihadapkan pada pilihan- pilihan. Dan jalan yang Tia pilih ini, harapannya dapat membawa Tia menuju perubahan yang lebih baik. Mudah- mudahan..

Sehari sebelum berangkat ke Jogja, kondisi badan Tia lumayan gak fit. Makannya gak teratur, istirahatnya kurang, dan mesti mengurus beberapa hal terkait kepergian Tia ke Jogja selama kurang lebih 2 minggu. Selama 2 minggu keberangkatan otomatis Tia harus mengurus cuti siaran, revisi skripsi yang belum kelar, daaan perizinan dari Mama Papa. Meskipun begitu, Tia yakin tanggal 27 Desember tetep bisa berangkat bareng Eka dan Dita untuk ketemu Riza di Jogja. Insya Allah. Kalo niat kita baik Insya Allah akan dimudahkan. Tiket keberangkatan juga udah dipesen sama temennya Eka, Wawan. Untungnya dapet temen yang kerja di travel itu, kita selalu dapet update tentang harga tiket murah. Iya beruntung Kaa punya temen kayak Wawan karena kita bisa dapet tiket langsung ke Jogja dengan harga yang cukup miring walaupun gak miring- miring banget. 

Malam sebelum berangkat Tia sempet nanya ke Riza mau dibawain apa dari Pontianak. Waktu itu Riza bilang terserah. Jadi Tia saranin, “Tia bawain bingke aja yah!”. Bingke merupakan salah satu kue khas Pontianak yang berwarna kuning kalo dimakan yummy banget. Teksturnya lembut dan apabila kita beli bingke nya di Bingke Fajar, maka akan ditemukan banyak varian bingke seperti bingke keju, bingke ubi, bingke susu, bingke kentang, dan lain- lain. Waktu itu Riza senang mau dibawain bingke dan cusss Tia sama Eka pergi malam itu hujan- hujan untuk nyariin Riza bingke keju. Dengan mantel Tia yang imut dan mantel ristoja Eka yang merah menyala (mirip pemadam kebakaran), berangkat lah kami berdua menerjang hujan badai untuk beliin Riza bingke.
Setelah dibeli, bingke- bingke Riza dibawa oleh Tia dan Tia simpan di dalam kulkas. Unfortunately, ternyata pas di bandara Tia lupa bawa kue bingke nya dan itu membuat usaha kami semalam jadi sia- sia .________.